Yang Mana - #TerserahPutri

"Sekarang Kakak putihan, ya," katanya.

Berat memang menerima pengakuan itu dari Adik sendiri. Sungguh. Bukannya senang sekarang warna kulitku membaik. Tapi sedih. Karena Putri sudah lihat warna kulitku sejak dia lahir. Dan sialnya, di kampus, Aku belum bisa dikatakan sebagai 'Laki-laki Berkulit Putih', yang mana berarti kulitku masih gelap, yang mana berarti Putri bisa bilang begitu karena benar-benar kulitku sudah memutih, yang mana berarti intinya dulu Aku sangat gelap karena Putri bilang sekarang Aku putihan sementara di kampus masih dibilang hitam.
"Memang sehitam apa Kakak dulu?"
"Sehitam...," dia berhenti seperti berpikir. "Rambut Orang Negro!" Lanjutnya.
"Wah!" Kubilang.
Bisa kau bayangkan definisi hitamnya kulitku menurut Putri di zaman dulu bagaimana? Bayangkan saja, Orang Negro itu sudah hitam. Dengan Putri membandingkanku seperti kulit Orang Negro saja itu sudah menyakitkan, tetapi ini, Putri membandingkannya dengan 'rambut' Orang Negro, yang mana Aku yakin hitamnya lebih dari warna kulitnya. Yang mana membuat 'makna' dari pernyataan Putri itu membuatku semakin sakit hati.
"Jangan sakit hati, Aku cuma serius. Jangan dianggap bercanda."
"Untung kau Adikku," kubilang.
"Kalau bukan?"
"Berarti orang lain, yang gak berarti apa-apa."
"Aku berarti?"
"Iya."
Dia nampak senang.
"Kak, kenapa orang gila kebanyakan suka pake baju warna hitam, atau enggak abu-abu?"
"Hah?"
Lagi-lagi, pertanyaan tak terduga seperti biasa Putri lakukan jika sedang denganku. Dan sebetulnya membuatku tercengang. Iya juga ya, kenapa orang gila selalu pakai baju warna hitam atau abu-abu, kenapa gak pernah lihat orang gila pake baju warna kuning?
"Karena...," Aku masih berpikir untuk jawabannya.
"Apa?"
"Kurasa, karena orang gila itu independen. Mereka bukan dari golongan karya atau golongan apapun."
"Maksudnya?"
"Maksudku, jika orang gila termasuk golongan karya, kurasa mereka pakai baju kuning, Put."
"Gak ngerti!"
"Sengaja, bikin jawaban yang kau gak ngerti. Biar diam."
Iya. Golkar. Golongan Karya. Hehehe.
"Besok UTS, Kak!" Aku lupa dia bilang UTS apa UAS. Ya, semacamnya lah ya. Kumohon mengertilah.
"Terus kenapa? Ada masalah?"
"Malas ngapal."
"Kakak dari SD sampai SMA gak pernah ngapal kalo mau ujian."
Ibuku ikut menyela obrolan kami.
"Jangan ajari Adikmu yang gak bener." Sambil bawa kresek hitam.
Padahal, maksudku bukan mengajari yang enggak-enggak. Tapi, itu semacam Aku memberikan rasa kepercayaan diri padanya. Agar dia santai, tenang, untuk menghadapi UTS itu. Tapi Ibuku mengartikannya lain.
"Darimana?" Kutanya.
"Dari warung." Jawab Ibu.
"Beli makanan?"
"Kuota!"
Kukira beli makanan.
"Oh, sekarang kuota dijual di warung juga ya?" Tanya Putri.
"Iya, jadi, mereka (yang punya warung) itu gak mau kalah sama Indomaret, Put. Mereka ingin menjual segala macam hal mulai sekarang." Kujawab. "Lihat aja, bentar lagi di warung bisa beli cangcut Indomaret." Sambungku.
"Ha ha ha ha!" Putri ketawa. Karena dia pernah beli celana dalam merk Indomaret.
Iya, kurasa Indomaret sudah keterlaluan dalam segi penjualan barang. Segala macam jenis barang ada merk Indomaret. Kaos sangsang, celana dalam, korek gas, baju, sukro, air mineral, kanebo, dan lain-lain.
Kurasa owner Indomaret lumayan serakah dalam berjualan. Semua dilahap. Tidak ada klasifikasi tertentu tentang apa barang yang di produksi Indomaret. Mereka bikin apa aja.
"Nih, Ibu beli sosis," kata Ibu.
"Asik!"
Ya. Adikku sangat suka sosis.
"Bukain!" Sambil sodorkan sosis kearahku.
"Masa gak bisa buka sosis."
"Bisa buka sosis itu gak wajib, Kak!" Dia bilang.
"Terus, yang wajib apa?"
"Makan sosis bukan buka sosis!"
"Ha ha ha!"
Sebenarnya banyak kejadian unik dengan Putri ketika Aku pulang kemarin. Tapi lupa. Yang mana berarti tetap menjadi Firman Si Pelupa, yang mana berarti Aku pikun, yang mana berarti pikun identik dengan seseorang yang sudah tua, yang mana berarti aku memang benar sudah tua, yang mana berarti orang yang sudah tua seharusnya sudah berkeluarga, yang mana Aku belum bisa berkeluarga seperti halnya mereka yang sudah berkeluarga seperti Pak Susilo Bambang Yudhoyono.
Eh, ngomong-ngomong, Pak SBY sudah makan apa belum ya, jadi khawatir.

SHARETHIS