LUAS INDONESIA - #TerserahPutri

Jumat yang baru berlalu beberapa hari saja, selain ada kegiatan ibadah untuk muslim laki-laki, Aku juga ada kegiatan lainnya, ialah mengantar Putri sekolah.
Hari yang kukira akan berjalan mudah dan tanpa masalah ternyata menunjukkan keperkasaannya.
"Kenapa berenti?" tanya Putri.
"Ban bocor," kubilang.
"Aku turun jangan?"
"Gak usah," kataku. "Diam disitu!"
Aku turun dan cek ban sebelah mana yang bocor, kupijit ban depan, masih keras seperti ban pada umumnya. Kucoba ban belakang, lembek macam kembang gula kesiram air.
"Yang belakang?"
"Iya," kujawab. "Kamu tau tambal ban dekat sini nggak, Put?"
"Tau,"
"Dimana?" kutanya, serius.
"Lurus, sekitar 100 meter lagi, ada pertigaan gitu, maju dikit ada tukang buah,"
"Sebelah mananya tukang buah?"
"Tanya aja ke tukang buah," katanya. "Pak, tambal ban terdekat sebelah mana? Gitu."
"Kalau harus nanya, kenapa mesti ke tukang buah, disini juga bisa,"
"Yaudah, tanya aja disini,"
Aku hampiri seseorang yang sedang duduk dengan rokok di apit di antara jari tengah dan telunjuknya.
"Kang, punten," kataku, "Tambal ban dekat sini, dimana ya?"
"Oh, ada di pertigaan depan, dekat tukang buah." Katanya.
"Terus tanya tukang buah?"
"Ngapain nanya tukang buah?" tanya orang itu bingung. "Tambal ban nya ada di seberang tukang buah,"
"Oh," Aku malu. "Ya sudah, terima kasih ya, Kang!"
Aku kembali ke Putri, dan langsung mendorong motorku dengan Putri yang masih duduk di tempatnya.
"Kak?"
"Ya?"
"Ini motor nggak mogok, kan?"
"Enggak,"
"Kalau enggak, kenapa nggak di naikin?"
"Nanti, ban nya makin rusak, Put,"
"Sambil di dorong sambil di gas dikit-dikit, bisa?"
"Biar apa?"
"Biar kakak nggak usah susah-susah dorong motor,"
Kukira, benar juga, apa kata Putri. Semua sarannya bisa Aku lakukan untuk mengurangi tenaga yang Aku keluarkan untuk mendorong motor sampai ke tambal ban.
"Kak?"
"Iya?"
"Indonesia itu luas ya?"
"Kau pikir sendiri, dari Aceh, hingga Papua, dalam peta sekitar 30 centimeter. Sementara di 1 centimeter biasanya sama dengan jutaan centimeter di dunia nyata."
"Oh," Putri mengangguk. "Berarti luas Indonesia berapa Centimeter?"
"Tanya ibumu," kataku.
"Yasudah,"
Tiba di tempat yang seharusnya, ialah tambal ban yang ada di pinggir jalan.
"Tutup hidungmu!"
"Kenapa?"
"Akan ada banyak debu,"
"Mana? Nggak ada!"
"Sebentar lagi, tutup!"
Dia menutup hidung, sementara Aku buang angin.
"Iiiih, itu bukan debu!"
"Debunya halus,"
"Ha ha ha!"
Selesai tambal ban, cepat kuantar Putri ke sekolah, biar tidak terlambat ke sekolah. Lalu, pergi menuju tugasku di bumi ini yaitu cari uang sambil main.
Siangnya, sekitar jam 2 lebih sedikit sekali, Aku dapat telpon dari Ibu, telpon yang kuangkat ini adalah setelah Ibu telpon 3 kali tidak kuangkat.
"Kemana aja sih, baru angkat telpon,"
"Biasa, Bu," kubilang. "Ada apa? Kok panik?"
"Ke rumah Ibu sekarang!"
"Iya ada apa?"
"Putri keracunan!"
"Tunggu!"
Aku langsung pulang, meski kerjaan masih segunung galunggung. Aku khawatir, karena Aku sayang dia. Jangankan hanya racun, bahaya apapun yang menimpanya Aku rela gantikan.
"Bu!" aku langsung masuk tanpa mengetuk.
Ibu melihat, sementara Putri menengok dengan muka pucat sekali.
"Kau kenapa?" kutanya.
"Pusing, lemas, muntah,"
"Ibu kasih makan apa dia?"
"Nggak tau, kata temannya, dia beli minuman, abis olahraga."
"Di sekolah?"
"Iya," jawab Ibu.
"Aku boleh cari tukang minuman itu?" kutanya untuk supaya Aku tau perbuatanku masih disetujui Ibu.
"Nggak usah, dia sama-sama cari uang, mungkin dia nggak tau racikan apa yang ada di minuman itu."
"Ok, Aku diam,"
"Kata dokter, biarin dia muntah, supaya racunnya keluar,"
"Iya, Tuhan tau, dokter butuh uang,"
"Maksudnya?" Ibu tidak mengerti.
"Sehingga Tuhan kasih sakit ke Putri, untuk supaya Ibu kasih uang ke dokter sebagai upah,"
"Oh,"
"Kak?" tanya Putri.
"Iya?" kuhampiri Putri sambil mengusap kepalanya.
"Ibu nggak tau luas Indonesia,"
Aku dan Ibu senyum, bahkan sedikit lagi hampir tertawa.







SELAMAT! ANDA TELAH MENEMUKAN LINK GOOGLE DRIVE DARI FILE SHMILY! KLIK LINK NYA DAN DOWNLOAD FILE NYA!

SHARETHIS